Jumat, 23 Desember 2011

Bentuk Negara


Paper “Bentuk Negara”
Oleh: M. Setiawan

Pendahuluan
Bentuk negara dan bentuk pemerintahan kerapkali dicampur-adukkan. Padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Istilah bentuk negara dalam kepustakaan Belanda dikenal dengan staatvormen. Jika kita mengikuti aliran Jellineck dan Leon Duguit sebenarnya terdapat kekeliruan dalam memberikan makna terhadap istilah tersebut. Keduanya mengatakan staatvormen sebagai bentuk negara tetapi mereka mencontohkan monarki dan absolut serta mengemukakan perbedaan keduanya dengan tolak ukur ketika pemerintahan dijalankan.
Dengan demikian sebenarnya keduanya sedang membicarakan forme de gouvernement atau regeringsvorm. Dalam bahasa Indonesia “gouverenment” atau “regering” diterjemahkan sebagai pemerintahan sedangkan forme atau vorm artinya bentuk. Jadi forme de gouvernement atau regeringsvorm berarti bentuk pemerintahan. Maka dalam paper ini akan dibahas mengenai bentuk negara, dan juga akan dibahas mengenai dua bentuk negara yakni, negara federal dan negara kesatuan.

Pembahasan
Pengertian bentuk negara
Oleh karena pemakaian yang rancu antara bentuk negara dan bentuk pemerintahan, berdampak pada pemberian makna yang berbeda juga. Tolak ukur yang dipakai oleh Jellineck yang dilihat dari bagaimana caranya kehendak negara itu dinyatakan. Jika kehendak negara itu ditentukan oleh satu orang saja maka bentuk negara itu monarchi tapi jika kehendak negara itu ditentukan oleh banyak orang, maka negara itu berbentuk republik. Sedangkan tokoh yang lainnya yaitu Duguit memberikan kriteria lain yaitu bagaimana caranya kepala negara itu diangkat. Jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan, maka negaranya adalah monarchi dan kepala negaranya disebut raja atau ratu. Jika seorang kepala negara dipilih melalui pemilu untuk masa jabatan tertentu, maka bentuk negaranya disebut republik dan kepala negaranya disebut presiden.
Kriteria yang dipakai oleh para sarjana terdahulu tentang penggunaan istilah bentuk negara hendaknya perlu ditinjau kembali mengingat terdapatnya kontradiksi penggunaan istilah tersebut dalam teori dan praktiknya. Misalnya saja, Jellineck menggunakan kriteria cara pembentukan kemauan negara itu, Duguit menggunakan kriteria cara penunjukkan / pengangkatan kepala negara dan Ottokoellreuter menggunakan kriteria dasar dari penunjukkan kepala negara. Rupanya kriteria ini oleh beberapa sarjana lainnya seperti halnya M. Sarjono, Abu Daud Busroh, M. Hutahuruk. Lain halnya dengan istilah yang dipakai oleh Hans Kelsen dan Mariam Budihardjo, memakai istilah federasi, menunjukkan “Forms of organization”. CF. Strong memberikan lima kriteria untuk menentukkan bentuk negara:
1.    Melihat negara itu bagaimana bangunannya apakah ia negara kesatuan ataukah negara serikat.
2.    Melihat bagaimana konstitusinya.
3.    Mengenai badan eksekutif. Apakah ia bertanggung jawab kepada parlemen atau tidak, atau disebutkan oleh Badan eksekutif yang sudah tentu jangka waktunya.
4.    Mengenai badan perwakilannya, bagaimana disusunnnya, siapa yang berhak duduk di situ.
5.    Bagaimana hukumnya yang berlaku atau ius constitutumnya atau bagaimana hukum nasionalnya.
Dengan lima kriteria yang diberikan CF. Strong untuk melihat bentuk negara, menurut penulis yang tepat adalah kriteria yang pertama yaitu “ dengan melihat negara itu bagaimana bangunannya, apabila ia negara kesatuan atau negara serikat (negara federal) “. Sedangakan empat kriteria berikutnya sudah merupakan kriteria untuk melihat suatu bentuk pemerintahan. Beberapa hal yang mendasar adalah :
1.    Kriteria nomor 1 lebih besifat statis, sehingga dapat dipakai untuk melihat bentuk negara di manapun juga. Dengan kata lain bentuk negara suatu bangsa bisa saja sama meskipun bentuk pemerintahannya berbeda. Misalnya Amerika Serikat dan Uni Soviet, keduanya berbentuk federel namun Amerika Serikat bentuk pemerintahannya republik sedangkan Uni Soviet bentuk pemerintahannya monarki.
2.    Berubahnya bentuk pemerintahan belum tentu merubah bentuk negara suatu negara. Misalnya Indonesia : sejak berlakunya UUD 45 (mulai tahun 1966 sampai 1998) negara kita berbentuk kesatuan, namun dalam sistem pemerintahan menampakkan sistem sentralisasi, tetapi di akhir tahun 1999 sampai sekarang sistem sentralisasi ini dirubah menjadi desentralisasi (dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, daerah diberi otonomi seluas-luasnya).
3.    Berubahnya bentuk negara selalu mengakibatkan berubahnya konstitusi, hubungan alat perlengkapan negara dan sistem pemerintahan suatu negara (hubungan pusat dan daerah / negara bagian). Misalnya jika Indonesia berkeinginan untuk membentuk negara federal maka Indonesia harus merubah terlebih dahulu konstitusinya sehingga perubahan konstitusi ini menimbulkan perubahan hubungan alat-alat perlengkapan negara dan sistem pemerintahannya.
Dengan demikian pencampuradukan penggunaan istilah bentuk negara dan bentuk pemerintahan memang harus segera diakhiri. Apalagi adanya pendapat yang bahkan menganggap sama, terhadap dua istilah tersebut mungkin berangkat dari kebingungan saja. Sehingga akan lebih tepat apabila pengertian bentuk negara itu berkenaan dengan negara, sedangkan bentuk pemerintahan itu berkenaan dengan pemerintahan.
Dengan demikian tepat kiranya jika dalam pembahasan ini penggunaan istilah bentuk negara  selalu ditujukan kepada bentuk negara kesatuan atau negara federal. Meskipun dalam membicarakan bentuk negara mana yang paling cocok untuk diterapkan dalam suatu negara (Indonesia), pada akhirnya juga disinggung tentang bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan yang dijalankan.
Selanjutnya GS. Diponol memberikan pengertian bahwa : Bentuk negara menyatakan susunan atau organisasi negara sebagai keseluruhan, mengenai struktur negara yang meliputi segenap unsur-unsurnya, yaitu : Daerah, bangsa dan pemerintahannya. Sedangkan bentuk pemerintahan khusus menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemerintahan saja dengan tidak menyinggung-nyinggung struktur daerah, maupun bangsanya (Diponolo, 1971).
Jika melihat pengertian di atas tampak bahwa pengertian bentuk negara lebih luas dari pada pengertian bentuk pemerintahan. Demikian ini karena bentuk pemerintahan adalah bagian dari bentuk negara. Dengan kata lain ketika membicarakan bentuk negara, maka sekaligus akan menyangkut juga kepada bentuk pemerintahan. Menurut Ilmu Negara, ada berbagai macam bentuk negara yang sampai sekarang belum dapat dikemukakan mana dari sekian bentuk negara itu yang paling baik bagi suatu negara. Namun secara umum bentuk negara dibedakan menjadi dua yaitu bentuk negara yang unitaris dan negara yang serikat. Bentuk negara yang unitaris umumnya dinamakan bentuk negara kesatuan sedangkan bentuk negara yang serikat dinamakan bentuk negara federal atau federasi.
Sehubungan dengan itu maka dalam penggunaan kata kesatuan atau federal berarti menunjuk kepada suatu bentuk negara sedangkan kata republik dan monarki tentunya menunjuk pada suatu bentuk pemerintahan. Secara demikian, maka judul makalah ini telah tepat, karena diskursus mengenai negara kesatuan dan negara federal yang dibahas tentunya menyangkut masalah bentuk negara bukan bentuk pemerintahan. Meskipun dalam implementasinya menyinggung masalah bentuk pemerintahan, hal tersebut tentunya sebagai ilustrasi terhadap praktek yang berjalan di negara-negara dewasa ini dan hal ini sejalan dengan pemikiran GS. Diponolo di atas.

Bentuk negara federal
Akar kata federalisme yang berasal dari bahasa Latin feodus memang berarti serikat atau aliansi. Berbagai wujud federalisme bisa ditemukan di dunia saat ini. Salah satu wujudnya yang paling populer adalah negara serikat (united state; Bundestaad).
Ada beberapa istilah yang sering disebut, yang terkait dengan bentuk negara federal. Istilah-istilah ini antara lain yaitu; federasi, federal, federalisme, maupun federalisasi, yang sebenarnya mempunyai makna yang berbeda.
a.    Negara federal (serikat) adalah tata cara kenegaraan yang mengasumsikan adanya negara dalam negara. Kemudian dijelaskan bahwa negara federal terjadi pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya berwenang dalam urusan moneter, pertahanan keamanan (atas ancaman dari luar), dan berbagai urusan luar negeri yang berkaitan dengan negara secara utuh. Negara federal adalah negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara yang berdiri sendiri, masing-masing dengan perlengkapannya yang cukup, dengan kepala negara sendiri, dengan pemerintahan sendiri, dan dengan badan-badan legislatif dan yudikatif sendiri;
b.    Federalisme adalah faham atau prinsip yang menganjurkan pembagian negara atas bagian-bagian yang berotonomi penuh menguasai urusan dalam negeri atau wilayah otonominya; artinya ada pendelegasian wewenang yang sistematis dari kekuasaan di tingkat atas menuju kekuasaan di tingkat bawah, dalam satu kesatuan wadah dan aturan;
c.    Federalisasi adalah sebuah proses dimana terjadi alur kesepakatan-kesepakatan secara struktural tentang ide pembentukan negara federal di antara pihak-pihak, daerah-daerah atau negara-negara untuk membentuk negara federal;
d.   Federasi adalah sifat yang menunjukkan bahwa sebuah negara tersebut menerapkan ciri-ciri sebagai negara federal.
Dengan demikian dalam penggunaan istilah di atas seharusnya dalam konteks yang tepat sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran atau bahkan diskursus yang tidak henti-henti.
Pengertian negara federal adalah negara yang merupakan gabung-gabungan dari beberapa negara yang berdiri sendiri, masing-masing dengan perlengkapannya yang cukup, dengan kepala negara sendiri, dengan pemerintahan sendiri, dan dengan badan legislatif dan yudikatif sendiri.
Sedangkan CF. Strong memberikan maksud tentang negara federal adalah suatu negara di dalam ruang lingkup yang sama mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang sama. Dicey mengatakan bahwa negara federal adalah:  A federal state is political contrivance intended to reconsile national unity and power with the maintenance of state rights”.
Jadi negara federal adalah suatu model atau sistem politik yang dipakai untuk menggabungkan keutuhan negara dan kekuasaan dengan tetap melindungi atau mengakui hak-hak negara bagian.
Di dalam negara federal pun terdapat wewenang yang dipegang masing-masing negara bagian. Menurut Krunenburg, pembagian wewenang antara pemerintah pusat federal dengan pemerintah negara bagian terjadi dengan dua cara:
a.    Pouvoir constituant
Bahwa negara-negara bagian berwenang untuk membuat Undang-undang dasarnya sendiri, menentukan bentuk organisasinya sendiri, dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan konstitusi dari negara federal seluruhnya.
b.    Residu power atau reserved power
Bahwa wewenang pembuat Undang-undang Pemerintah Pusat Federal ditentukan secara terperinci, sedangkan wewenang lainnya ada pada negara-negara bagiannya.
Jadi dalam negara federal itu bisa saja wewenang yang diserahkan Pemerintah Pusat (federal) ditentukan secara limitatif terlebih dahulu dalam konstitusinya ataupun sebaliknya dalam konstitusi negara federal ditentukan secara limitatif wewenang yang diserahkan kepada negara bagian sedangkan sisanya adalah wewenang pemerintah pusat federal.
Untuk melihat jenis negara federal, Daniel membedakan negara federal dalam tiga jenis, yakni: a) negara dalam sistem federal murni yang tegas merumuskan negaranya sebagai federal; b) negara dalam bentuk federal arragement, yang tidak memaklumkan diri sebagai federal tetapi di dalam sistem pemerintahannya otonomi yang begitu kuat sehingga jauh lebih dekat dengan sistem federal; c) bentuk negara dengan pemerintahan yang disebut sebagai associated states. Negaranya sudah jadi tapi untuk hidup sendiri-sendiri sulit sehingga mereka membentuk associated states.
Jadi dari pengertian di atas maka bentuk negara federal yang diterapkan di Amerika, Australia maupun Malaysia dan negara-negara lainnya adalah bentuk negara dalam asti yang sesungguhnya atau federal murni (the real federal states). Sedangkan bentuk negara lain yang secara nyata dalam kosntitusinya tidak menyebut satu istilah pun mengenai bentuk negara federal namun dalam menjalankan pemerintahannya memakai prinsip-prinsip negara federal senyatanya bentuk negara yang demikian menurut Daniel sebagai sebuah bentuk negara federal arrangement (unreal federal states). Mengenai bentuk negara federal yang tidak nyata ini nantinya dapat diketahui dari negara yang secara eksplisit dalam konstitusinya memakai bentuk negara lain (misalnya kesatuan), namun melaksanakan prinsip federal (artinya ada pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah). Sedangkan bentuk yang ketiga dinamakan sebagai bentuk associated statesi, sebenernya merupakan bentuk perkembangan dari berbagai negara federal yang dikenal sebagai negara konfederasi. Intinya bahwa dalam negara konfederasi ini masing-masing negara sepakat untuk bergabung dan menyerahkan beberapa urusannya dalam konfederasi tersebut, namun rakyat dari negara-negara yang bergabung tersebut tidaklah mempunyai kewajiban secara langsung untuk terikat atas aturan yang dibuat oleh konfederasi tersebut kecuali dinyatakan dan diterima dalam konstitusi selanjutnya. Model demikian ini sering juga dikatakan sebagai Organisasi Internasional.
Adapun ciri-ciri negara federal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan negara-negara bagian menurut sistem enumerasi kekuasaan.
2.    Berlakunya dua konstitusi yaitu konstitusi negara federal dan konstitusi negara bagian.
3.    Adanya penerapan sistem pemisahan kekuasaan dalam tiga bidang kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang mempunyai kedudukan sama tinggi.
4.    Adanya peradilan yang dapat menyelesaikan adanya perselisihan antara negara federal dan negara bagiannya.

Bentuk Negara Kesatuan
Negara kesatuan lebih dikenal dengan uni (Inggris) atau eenheidstaats (Jerman). Bentuk Negara Kesatuan adalah bentuk negara yang terdiri dari satu negara saja betapun besar dan kecilnya, dan ke dalam maupun keluar merupakan kesatuan.
Pembagian wewenang dalam negara kesatuan dapat diklasifikasikan pada dua hal, yakni: a) pada negara kesatuan organisasi dari bagian-bagian pada negara kesatuan pada garis besarnya telah ditentukan oleh pembuat undang-undang di pusat; b) pada negara kesatuan, wewenang secara terperinci terdapat pada propinsi-propinsi, dan residu powernya ada pada pemerintah pusat negara kesatuan.
Adapun ciri-ciri negara kesatuan adalah:
1.    Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, mewujudkan kesatuan unity.
2.    Negara kesatuan hanya mempunyai satu negara dengan hanya mempunyai satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatur bagi seluruh daerah negara.
3.    Negara kesatuan merupakan negara tunggal yang monosentris (berpusat satu).
4.    Hanya ada satu pusat kekuasaan yang memutar seluruh mesin pemerintahan dari pusat sampai ke pelosok-pelosok, hingga segala sesuatunya dapat diatur secara sentral, seragam dan senyawa dalam keseluruhannya.
5.    Pengaturan oleh pusat kepada seluruh daerah tersebut lebih bersifat koordinasi saja namun tidak dalam pengertian bahwa segala-galanya diatur dan diperintahkan oleh pusat.

Penutup
Sebagai bagian penutup dari tulisan ini akan diberikan beberapa kesimpulan, yakni:
1.    Bentuk negara menyatakan susunan atau organisasi negara sebagai keseluruhan, mengenai struktur negara yang meliputi segenap unsur-unsurnya, yaitu : Daerah, bangsa dan pemerintahannya. Sedangkan bentuk pemerintahan khusus menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemerintahan saja dengan tidak menyinggung-nyinggung struktur daerah, maupun bangsanya;
2.    secara umum bentuk negara dibedakan menjadi dua yaitu bentuk negara yang unitaris dan negara yang serikat. Bentuk negara yang unitaris umumnya dinamakan bentuk negara kesatuan sedangkan bentuk negara yang serikat dinamakan bentuk negara federal atau federasi.
3.    Pengertian negara federal adalah negara yang merupakan gabung-gabungan dari beberapa negara yang berdiri sendiri, masing-masing dengan perlengkapannya yang cukup, dengan kepala negara sendiri, dengan pemerintahan sendiri, dan dengan badan legislatif dan yudikatif sendiri.
4.    Negara kesatuan lebih dikenal dengan uni (Inggris) atau eenheidstaats (Jerman). Bentuk Negara Kesatuan adalah bentuk negara yang terdiri dari satu negara saja betapun besar dan kecilnya, dan ke dalam maupun keluar merupakan kesatuan.

Pustaka
Sulardi dan Pratiwi, Cekli S. 2002. Mengukuhkan negara kesatuan: Menepis Diskursus dan Mengabaikan Konsep Negara. Malang: UMM Press.

2 komentar:

  1. nice post and thank you for review mu books and pak sulardi. keep working hard. you can visit my site at http://ceklipratiwi.staff.umm.ac.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks for the comment, Ms.
      This article is an excerpt from yours book was written with Mr. Sulardi, many things (studying law) that I got in it. Successful for Ms. Cekli S. Pratiwi.

      Hapus