RESUME BUKU GREEN CONSTITUTION
DITULIS OLEH PROF. DR. JIMLY ASSHIDDIQIE
DIRESUME OLEH: M. SETIAWAN (MHS. PPS UMM PRODI ILMU HUKUM)
BAB I Wacana Konstitusi Hijau
Wacana konstitusi hijau merupakan fenomena baru, karena beberapa alasan, yakni:
1. Kurang aktifnya wawasan para ahli hukum;
2. Pola pikir pikir positivist yang selalu berkutat pada kata-kata yang ada dalam Undang-undang saja; dan
3. Perkembangan hukum internasional yang sangat signifikan.
Selain wacana konstitusi hijau, dalam dunia hukum juga dikenal dengan istilah ekokrasi yang merupakan perspektif hubungan antara pembangunan ekonomi dan ekologi.
Wacana green constitution plus ekokrasi dalam UUD RI Th 1945 bisa dilihat dalam Pasal 28H ayat (1) yang berbicara tentang sustainable development dan Pasal 33 ayat (4) yang berbicara tentang wawasan lingkungan.
Dari itu lahir Undang-undang No. 23 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang No 23 Tahun 1987 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan, PP No 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Layanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, PP No 40 Tahun 2003 sebagai pelaksanaan UU Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada kementerian Negara Lingkungan Hidup di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, PP No 52 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
BAB II Konstitusi Hijau di Berbagai Negara
Di belahan dunia ada yang menentukan pengaturan lingkungan hidup dalam UUD-nya masing-masing dan masih banyak pula yang belum. Di antara yang sudah ada akan dibagi dalam beberapa kelompok, yakni: pertama, konstitusi yang memuat ketentuan spesifik mengenai perlindungan hidup (contoh: Konstitusi Spanyol), kedua, konstitusi yang mengintegrasikan ketentuan mengenai lingkungan hidup dalam ketentuan mengenai hak asasi manusia (contoh: Konstitusi Polandia), ketiga, konstitusi yang hanya mengatur lingkungan hidup secara implisit atau menentukan jaminan hak-hak asasi tertentu dapat dipakai untuk kepentingan perlindungan lingkungan hidup dalam praktik (contoh: UUD RI Tahun 1945), keempat, kelompok konstitusi yang mengaitkan garis-garis besar kebijakan dalam lingkungan tertentu dengan tugas atau tanggung jawab lembaga negara tertentu untuk melestarikan lingkungan hidup dan mengatasi kerusakan alam (contoh: Konstitusi Portugal).
Dalam bentuk yang lebih konkrit yang berkaca kepada konstitusi belahan dunia, lingkungan hidup dapat dilindungi melalui: a. Proses peradilan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pencemar, yaitu melalui peradilan biasa, b. Mekanisme kontrol peradilan konstitusional atas kebijakan yang tertuang dalam undang-undang peraturan di bawahnya, c. Mekanisme kontrol peradilan atas tindakan-tindakan konkret dari penyelenggara negara yang mencemarkan dan merusak ekosistem.
Bentuk Lain dari perlindungan terhadap lingkungan diselenggarakan beberapa konvensi guna membuat wacana dan aksi perlindungan hidup, di antaranya United Nations Conference on Human Environment (UNCHE) di Stockholm, Swedia 5 Juni 1972 yang mana ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Internasional (World Environment Day). Sejak konferensi Stockholm inilah muncul dua aliran besar dalam paradigma pemikiran pembangunan, yaitu kaum developmentalist versus kaum environmentalist. Serta bermunculan berbagai konferensi lain guna membuat wacana terkini dalam perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Berkaca ke berbagai negara yang melakukan proteksi terhadap lingkungan serta ekosistem di dalamnya, bisa dilihat beberapa konstitusi. Di sini hanya akan dibicarakan beberapa konstitusi yang bercorak hijau, yakni: Konstitusi Portugal 1976, Konstitusi Spanyol 1978, Konstitusi Polandia 1992, Konstitusi Prancis 1958, dan Konstitusi Ekuador 2008.
Konstitusi Portugal 1976
Merupakan konstitusi yang lahir beriringan dengan sejarah lahirnya Republik Kedua di Portugal pada tahun 1974, di mana Republik Pertama pada tahun 1910. Maka ditetapkan pada tanggal 2 Juni 1976 melalui lembaga perwakilan rakyat, UUD yang dikenal sebutan Konstitusi 1976 (sebagai konstitusi hijau pertama di dunia).
Beberapa substansi yang ada dalam konstitusi 1976 adalah:
1. Gagasan pembentukan peradilan konstitusi;
2. Gagasan tentang perlindungan lingkungan hidup;
3. Gagasan tentang hak dan kewajiban warga negara.
Contoh kutipan dalam konstitusi 1976, tepatnya dalam Artikel 66 yakni:
1. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang sehat dan seimbang secara ekologis, dan berkewajiban untuk mempertahankannya.
2. Adalah tugas negara untuk bertindak melalui badan-badan pemerintahan yang terkait dan dengan dukungan masyarakat untuk:
a. Mencegah dan mengendalikan polusi atau pencemaran, akibat-akibatnya, dan bentuk-bentuk erosi yang membahayakan;
b. Menata dan mempromosikan perencanaan regional guna menjamin aktivitas di lokasi yang tepat, perkembangan sosial dan ekonomi yang seimbang dan menghasilkan tata ruang yang secara biologis seimbang;
c. Mengadakan dan mengembangkan cadangan kekayaan sumber daya alam, taman alam, dan daerah pariwisata, serta mengelompokkan dan melindungi tata ruang dan tempat-tempat lain guna menjamin konservasi alam dan pelestarian kekayaan budaya untuk kepentingan sejarah dan seni;
d. Mempromosikan pemanfaatan sumber daya alam secara rasional, melindungi kapasitasnya untuk pemulihan dan stabilitas ekologis.
Konstitusi Spanyol
Konstitusi Spanyol mengalami banyak perubahan dimulai adanya Cadiz Constitution pada tahun 1812, The Glorious Revolution Constitution pada tahun 1869-1876, Constitution of The Second Republic pada tahun 1931-1939, The Fundamental Laws of Kingdom pada tahun 1938-1978, dan yang sampai sekarang digunakan adalah konstitusi yang disepakati oleh Cortes Generale dengan mendapat persetujuan dan disahkan oleh raja Juan Carlos pada tanggal 27 Desember 1978 dan disebut dengan konstitusi 1978.
Beberapa hal yang diatur di dalamnya adalah:
1. Tentang social rights and duties;
2. Tentang principles governing economy and social policy, di mana termasuk di dalamnya tentang environment berupa hak proteksi lingkungan hidup.
Substansi dari konstitusi 1978 sebagaimana di bawah ini:
a. Setiap orang berhak untuk menikmati lingkungan yang cocok untuk perkembangan hidupnya berkewajiban melestarikannya sebagaimana mestinya.
b. Penguasa umum atau pemerintahan melakukan pengawasan atas penggunaan sumber daya alam secara nasional untuk melindungi dan meningkatkan kualitas hidup serta melestarikan dan memulihkan kualitas lingkungan hidup dengan mengandalkan solidaritas sosial.
c. Barangsiapa yang melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diancam dengan sanksi pidana atau sanksi administratif menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan diwajibkan memperbaiki kembali segala kerusakan itu sebagaimana mestinya.
Konstitusi Polandia
Konstitusi Polandia sebagaimana Konstitusi Spanyol, juga mengalami perkembangan dan perubahan dari masa ke masa, dimulai dengan Artykuly Henkowsky / Henrican Articles pada tahun 1573, Little Constitution pada tahun 1915, March Constitution pada tahun 1921, April Constitution pada tahun 1935, The Constitution of The People’s Republic of Poland pada tahun 1952 dan diubah beberapa pasal di dalamnya pada tahun 1997. The Constitution of The People’s Republic of Poland inilah yang berlaku sampai saat ini di Polandia.
Adapun yang berkaitan dengan lingkungan hidup, terdapat dalam Bab I Artikel 5 yang berbunyi:
“The Republic of Poland shall safeguard the independence and integrity of its territory and ensure the freedoms and rights of persons and citizens, the security of the citizens, safeguard the national heritage and shall ensure the protection of the natural environment persuans to the sustainable development”.
Secara ringkas, ketentuan tersebut menyatakan bahwa Republik Polandia harus melindungi kemerdekaan dan integritas wilayah dan menjamin kebebasan dan hak-hak setiap warga negara, keamanan warga negara, menjaga warisan-warisan nasional dan harus menjamin perlindungan atas lingkungan alam sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Bahkan di Reublik Polandia sendiri sudah dikembangkan prinsip The Green Longs of Poland yang diimplementasikan melalui biro khusus yang disebut The Agreement Bureau tahun 1992, dan tema The Green Longs of Poland ini telah dipatenkan sebagai trademark milik negara.
Konstitusi Prancis
Konstitusi 1958 atau yang disebut Constitution of The Fifth Republic yang diprakarsai oleh Presiden Charles De Gaulle merupakan konstitusi yang berlaku di Prancis. Konstitusi ini pun banyak mengalami proses perubahan (bahkan 18 kali mengalami perubahan), terakhir perubahan pada Juni 2008.
Beberapa aturan yang ada dalam Constitution of The Fifth Republic adalah:
1. Mengatur tentang kekuasaan presiden dan parlemen;
2. Mengatur tentang pemilihan umum;
3. Mengatur tentang organ/lembaga negara;
4. Mengatur tentang human rights.
Pada tahun 2006 ditambahkan di dalamnya piagam lingkungan yang disejajarkan dengan declaration of human rights and the citizens tahun 1978, yang merupakan gagasan tentang lingkungan yang sehat dan menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Piagam lingkungan ini bertujuan untuk: (a) mengukuhkan prinsip-prinsip yang sudah diterima sebagai bagian dari hukum yang mengikat (to establish principles that are already part of the law), dan (b) mencakupkan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam hukum internasional (to include new principles that are present in international law).
Juga diatur di dalamnya prinsip precaution yang didesain untuk mengantisipasi dan merespon kekhwatiran yang timbul akibat possible harmful effect of technologies (kemungkinan akibat buruk dari penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi) yang mencemarkan atau membahayakan lingkungan hidup.
Dalam piagam misalnya dinyatakan:
“The concern to protect the framework of human life may lead to ensuring that anyone who proposes a decision has undertaken an in-depth a priori analysis of all the implications, advantages and disadvantages of the latter, calling upon all the scientific and technical knowledge of the day. Such as rule could be understood as the principle of precaution. Unfortunately different way”.
Maknanya, kepedulian untuk melindungi kerangkan kehidupan manusia menuntun arah agar setiap orang yang mengusulkan suatu keputusan harus memastikan bahwa keputusan itu diambil berdasarkan analisis yang mendalam terlebih dulu mengenai segala implikasi, keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul, dan telah didasarkan atas segala pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikenal saat itu. Ketentuan demikian itulah yang dapat difahami sebagai prinsip precaution, meskipun istilah ini terbuka untuk difahami dengan cara yang sama sekali berbeda.
Di samping itu piagam juga memperkenalkan prinsip polluter-payer. Hal ini bertujuan untuk memperkuat daya paksa agar para pencemar benar-benar memenuhi kewajibannya untuk membayar pengeluaran dalam rangka pencegahan atau pengurangan tingkat polusi yang disebabkan oleh mereka.
Konstitusi Ekuador
Konstitusi Ekuador lahir pada tahun 2008, setelah mendapatkan persetujuan rakyat, dalam konstitusi ini dimuat akan hak alam sebagai subyek dalam kehidupan umat manusia. Sebagai contoh dapat dilihat dalam Artikel 2 yaitu:
“Nature has the right to an integral restoration. This integral restoration is independent of the obligation on natural and juridical persons or the state to indemnify the people and the collectives the depends on the natural systems. In the cases of severe or permanent environmental impact, including the ones caused by the exploitation on non renewable resources, the state will establish the most efficient mechanisms for the restoration, and will adopt the adequate measures to eliminate mitigate the harmfull environmental consequences”.
Maknanya, alam berhak atas pemulihan atau restorasi yang bersifat integral yang terpisah dari kewajiban orang atau badan hukum atau negara untuk menjamin kerugian orang atau kelompok orang yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem. Dalam hal timbulnya dampak kerusakan alam yang permanen, termasuk yang disebabkan oleh eksploitasi atas sumber-sumber yang tidak dapat diperbarui (non-renewable resources), negara harus menentukan mekanisme yang paling efisien untuk restorasi. Untuk itu, negara harus menerapkan langkah-langkah yang tepat guna mengeliminasi atau mitigasi akibat-akibat buruk terhadap lingkungan hidup.
Dalam konstitusi ini ditentukan bahwa masyarakat dan lingkungan alam mempunyai hak-hak dasar yang tidak dapat dihilangkan (unaliable right) yang tumbuh dan berkembang di Ekuador. Hak-hak itu bersifat self-executing berlaku dengan sendirinya, dan adalah hak dan tanggung jawab pemerintah Ekuador, masyarakar dan setiap individu warga negara Ekuador untuk menegakkannya.
Bab III Undang Undang Dasar RI Tahun 1945 dan Lingkungan Hidup
Penegasan mengenai kesadaran lingkungan hidup dalam UUD RI tahun 1945 terdapat pada Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4), yang berbunyi:
Pasal 28H ayat (1):
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pasal 33 ayat (4):
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Sebagai imbangan adanya hak asasi setiap orang itu, berarti negara diharuskan untuk menjamin terpenuhinya hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat yang termasuk kategori hak asasi manusia tersebut. Sebagai hak setiap orang, tentunya secara bertimbal-balik pula mewajibkan setiap orang untuk menghormati hak orang lain sehubungan dengan lingkungan yang baik dan sehat itu. Oleh karena itu, di satu segi setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tetapi di pihak lain setiap orang juga berkewajiban untuk menjaga dan menghormati hak orang lain untuk mendapatkan dan menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat itu. Demikian pula negara, di samping dibebani kewajiban untuk menjamin lingkungan hidup yang baik dan sehat, juga berhak menuntut setiap orang untuk menghormati hak orang lain, dan apabila perlu memaksa setiap orang untuk tidak merusak dan mencemarkan lingkungan hidup untuk kepentingan bersama.
Di samping itu, Pasal 33 ayat (3) UUD RI tahun 1945 menentukan pula bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari rumusan beberapa pasal konstitusi ini mengandung dua konsep besar, yakni berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
Ada satu pertanyaan, bagaimana kita memahami perkembangan bahwa adanya hak yang dimiliki oleh alam, sungai, hutan, udara yang harus diperhitungkan dalam lalu lintas hukum? Untuk menjawab pertanyaan ini akan dikemukakan beberapa teori kedaulatan di bawah ini.
1. Teori kedaulatan Tuhan, bahwa Tuhan-lah yang dianggap segalanya dan sumber kekuasaan yang sebenar-benarnya. Rumusan kata Tuhan dalam UUD RI 1945 terdapat dua kali, yakni dalam preambule Alinea ketiga dan keempat, serta yang ketiga dalam rumusan bunyi sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 9 ayat (1) UUD RI 1945.
Secara prinsipil, bahwa kedaulatan Tuhan ada dua konsep, yakni: pertama, konsep Kemaha-esa-an Tuhan yang bermakna bahwa Tuhan itu hanya satu, kedua, konsep Kemaha-kuasa-an Tuhan yang bermakna bahwa Tuhan itu kuasa dan manusia sama di hadapan Tuhan serta dijadikan sebagai khalifah di muka bumi untuk menjaga serta melestarikan lingkungan hidupnya.
Konsep kedaulatan Tuhan dalam UUD RI 1945 tidak dijelmakan dalam kedaulatan negara sebagaimana ajaran teokrasi klasik, akan tetapi diwujudkan dalam faham kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum, dengan kolaborasi inilah disebut sebagai teokrasi gaya baru, yakni teokrasi zaman modern.
2. Teori kedaulatan raja, bahwa raja-lah yang merupakan puncak dari segala sistem kekuasaan, bahwa raja merupakan pencerminan dari kekuasaan Tuhan. Secara umum dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia tidak mengenal sistem raja sebagaimana sudah ditetapkan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk republik”.
Namun bilamana ditelaah hanya pada daerah Yogyakarta yang masih dikenal sistem kerajaan sebagaimana termuat dalam Pasal 18B ayat (1) yang berbunyi: “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan Undang-undang”.
3. Teori kedaulatan hukum, bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara/bangsa adalah hukum. Atau yang biasa disebut dengan The Rule of Law (bahasa AV. Dicey). Hal ini tercermin dalam pengertian negara hukum yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
4. Ajaran kedaulatan rakyat, bahwa kekuasaan negara bersumber dari rakyat dan dilakukan sendiri oleh rakyat. Hal ini tercantum sebagaimana diatur dalam Alinea keempat Pembukaan UUD RI 1945 yang berbunyi:
“... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar kepada ... dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan...”.
Makna yang terkandung di dalamnya merupakan pemahaman kedaulatan rakyat secara politik. Dalam UUD RI 1945 tidak hanya bermakna secara politik, pula bersifat ekonomi dan sosial sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat 4 UUD RI 1945.
5. Teori kedaulatan negara, hal ini mencakup dua pengertian, yakni (a) internal, merupakan kedaulatan sebagai konsep kekuasaan tertinggi adalah negara, (b) eksternal, merupakan konsep kedaulatan yang difahami dalam perspektif hubungan antar negara. Sebagaimana termuat dalam Alinea I UUD RI 1945 yang berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
6. Teori kedaulatan lingkungan, merupakan konsep kekuasaan yang dimiliki lingkungan dan ekosistem. Hubungan antara manusia dan alam menurut Van Peursen ada tiga tahapan, yakni:
a. Tahap mitis, bahwa manusia menggantungkan hidupnya secara penuh kepada alam sekitar. Baik untuk pakaian, makan, minum, maupun tempat tidur selalu tergantung pada alam.
b. Tahap fungsional, bahwa paradigma berfikir manusia harus berubah dari alam pikiran anthroppocentris ke alam pikiran theocentrisme, guna mendapatkan keseimbangan antara manusia dan alam yang selalu dihubungan dengan adanya Tuhan.
c. Tahap ontologis, bahwa manusia selalu menghargai dan memberikan penilaian yang berharga kepada lingkungan dan ekosisitem di dalamnya.
Kedaulatan lingkungan mempunyai arti bahwa pada alam diakui adanya kekuasaan dan hak-hak asasinya sendiri yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun (inalienable rights). Alam diakui memiliki kedaulatannya sendiri. Oleh karena itu, di samping rakyat sebagai manusia yang berdaulat, begitu pula alam juga berdaulat.
Bab IV Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Makna berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan konsep sustainable development. Yakni gerakan pemeliharaan, pelestarian, perlindungan lingkungan hidup yang sehat. Istilah sustainable development pertama kali diperkenalkan oleh Rachel Carson pada tahun 1962. Konsep ini merupakan langkah untuk pemenuhan kebutuhan masa kini tanpa merugikan generasi mendatang.
Istilah lain yang juga biasa dipakai dan berkaitan erat dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pro-environment.
Makna pembangunan berkelanjutan versi Bcuntland Report adalah: “Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.” Dari rumusan ini dapat difahami adanya dua elemen pokok, yakni: pertama, konsep kebutuhan generasai masa kini dan akan datang untuk hidup sejahtera, terutama kebutuhan hidup bagi orang-orang miskin dan komunitas-komunitas tertinggal yang harus mendapat prioritas utama dalam pembangunan. Kedua, konsep pembatasan terhadap pemaksaan yang dilakukan oleh negara, korporasi, ataupun masyarakat atas kemampuan lingkungan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan sekarang dan masa yang akan datang.
Sebagai negeri dengan penduduk terbesar keempat di dunia, sejak lama Indonesia menganggap penting dan menempatkan aspek pengelolaan penduduk pada titik pusat perhatian dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia mengajarkan agar setiap manusia Indonesia hidup dalam keseimbangan hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan, baik lingkungan alam, lingkungan sosial, maupun lingkungan ciptaan manusia (non-made environment). Dalam pengertian wawasan lingkungan yang demikian, lingkungan hidup tidak hanya dipandang sebagai suplemen dalam kebijakan pembangunan.
Bahkan lebih jauh lagi, kesadaran kita mengenai pentingnya lingkungan hidup dapat dilihat dari dua segi, yaitu perspektif internal dan eksternal. Dalam perspektif internal, wawasan lingkungan itu menempatkan faktor lingkungan ke dalam substansi pemikiran tentang pembangunan, yaitu menyangkut the crux of the problem os sustainbel development. Adapun dari segi eksternal, isu lingkungan itu tidak hanya dilihat secara terbatas pada aspek lingkungan hidup di sekitar kita, atau salah satu aspek atau sektor dalam proses pembangunan, tetapi juga sebagai sistem kehidupan secara menyeluruh. Dengan perkataan lain persoalan lingkungan hidup tidak hanya dilihat sebagai persoalan enviromentalist tetapi juga ecologicalism.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar