Sabtu, 22 Oktober 2011

KEKUASAAN NEGARA


PAPER “KEKUASAAN NEGARA”
Oleh: M. Setiawan

Pendahuluan
Sifat kekuasaan negara
Dalam kenyataan terlihat bahwa negara mempunyai kekuasaan yang sifatnya lain daripada kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi yang terdapat dalam masyarakat seperti: perkumpulan olahraga, musik, dan lain-lain.
Kelainan sifat pada kekuasaan negara ini tampak dalam kekuasaannya untuk menangkap, menahan, mengadili, serta kemudian memasukkan orang ke dalam penjara, kekuasaan negara dengan kekerasan menyelesaikan sesuatu pemberontakan, kekuasaan negara untuk mengadakan milisi dan lain-lain.
Berhubung dengan adanya kekuasaan yang luar biasa itu tiimbul pertanyaan: Mengapa negara mempunyai kekuatan yang luar biasa itu, sedangkan perkumpulan biasa tidak? Pertanyaan ini dijawab oleh Max Webber dalam bukunya “Wirtschap and Gesellschaft”, menyatakan bahwa hal itu disebabkan karena negara itu mempunyai “Monopolie tivan het physieke geweld” (Monopoli dalam menggunakan kekuasaan fisik).
Pertanyaan yang berikut timbul ialah: Mengapa negara mempunyai monopoli itu, siapa yang menghalalkannya? Persoalan ini menimbulkan Teori Penghalalan (Rechsvaardigings-theorie) yang akan dijelaskan pada pembahasan berikutnnya.

Pembahasan
Teori Teokrasi
1.    Bersifat langsung
Kekuasaan dikembalikan kepada raja dari Tuhan atau setidak-tidaknya kepada raja sebagai “Anak” dari Tuhan (Contoh: Tenko Heika Jepang sebelum kalah perang dunia II);
2.    Bersifat tidak langsung
Kekuasaan dikembalikan kepada Tuhan secara tidak langsung, yaitu melalui raja dengan seizin Tuhan, seperti Ratu Belanda yang memakai sebutan “Bij de Gratie God’s” (raja atas perkenan Tuhan).
Teori penghalalan ini disebut Teori Teokratis, karena ajaran ini disandarkan kepada Tuhan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Teori Kekuasaan
1.    Yang bersifat fisik; yakni yang kuatlah yang berkuasa (ajaran yang dianut oleh Machiavelli);
2.    Yang bersifat ekonomis: yakni bahwa yang kaya, yang ekonomisnya kuatlah yang berkuasa, seperti diajarkan oleh Karl Marx. Disebut dengan teori kekuasaan, karena sebagian besar dipakai power (kekuasaan).

Teori Yuridis (Teori Hukum)
1.    Yang bersifat patriarchaal;
kepala keluarga disebut pater familiars. Keluarga ini lambat laun menjadi keluarga besar; yang menjadi kepala adalah salah seorang di antara kepala-kepala keluarga kecil yang disebut “primus interpares”. Para anggota keluarga ini mengikatkan diri kepada teritorium tertentu, sehingga garis keturunan mereka menjadi kabur. Lalu timbullah masyarakat-masyarakat teritorial. Dalam perkembangan terus menerus daerah keluarga besar menjadi daerah negara dan kepalanya menjadi raja.
2.    Yang bersifat petrimonial (Patrimonium : Hak Milik)
Pada abad menengah hak milik atas sebidang tanah menimbulkan hak kewibawaan (gezagscreten), yakni hak untuk memerintah. Para pemilik tanah (leenheer) mempunyai hak milik (eigendom) atas tanah kemudian dipinjamkan pada para penyewa tanah (leenmannen).
Oleh karenanya leenmannen ini pun lalu mempunyai hak untuk memerintah yang disandarkan kepada hak milik atas tanah. Lambat laun pengertian hak milik lenyap sehingga tinggal kekuasaan raja saja.
Lembaga-lembaga patrimonial pada abad menengah di Eropa, dapat dijumpai di Indonesia pada tanah-tanah partikelir terdahulu, seperti di daerah Ciasem dan Cimanuk. Tuan tanah di Indonesia juga memiliki hak untuk memerintah yang berupa pengerahan tenaga rakyat, memungut pajak dan mengangkat kepala desa.
3.    Yang disebut teori perjanjian
Disebuut teori perjanjian dalam mencari penghalalan bagi kekuasaan negara, teori ini berdasarkan faham yang mengatakan bahwa negara itu terbentuk dengan diadakannya perjanjian antara semua individu.
Prof M.R. Krannenburg menyebutkan bahwa Teori Hukum Alam, karena teori ini berpangkal pada anggapan, bahwa pada mulanya manusia itu hidup dalam status naturalis dan baru terbentuknya negara maka status itu berubah menjadi status civilis.
Menurut teori perjanjian, kekuasaan negara dianggap halal karena berdasarkan asas “Pacta sunt servanda” yang berarti bahwa “Perjanjian itu mengikat”. Dengan demikian sandaran ini tidak berlaku lagi hukum adat di Indonesia, oleh karena untuk mengadakan suatu perjanjian diperlukan konsensus (kata sepakat) ditambah dengan konsentum (alat pengukuh janji yang berupa panjar uang atau barang).
Teori yang ketiga ini disebut dengan teori hukum, karena ajaran ini bermaksud memberikan sandaran hukum bagi kekuasaa negara agar dengan demikian power dapat dipandang sebagai hasil dari hukum. Oleh karenanya teori patriarchaal disandarkan pada Hukum Keluarga (Hukum Perdata Kitab II), teori patrimonial disandarkan pada Hukum Benda (Hukum Perdata Kitab II). Sedangkan teori perjanjian merupakan bagian dari Hukum Perikatan (Hukum Perdata Kitab III).

Penutup
Sebagai penutup dari penulisan paper ini dapat disimpulkan bahwa ada beberapa macam teori kekuasaan, yakni: a) teori teokrasi baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung; b) teori kekuasaan baik yang bersifat fisik maupun dari sisi ekonomi; c) teori yang disebut dengan teori yuridis (terbagi kepada tiga: bersifat patriarchaal, patrimonial, dan teori perjanjian).

Pustaka
Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T. 2008. Hukum Tata Negara Republik Indonesia: Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini (ed.rev). Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar